Minggu, 09 Maret 2014
PESTA DEMOKRASI (ANTARA ORIENTASI DAN HAK ASASI)
Oleh : Tara Prayoga
(Ketua Umum PD IPM Kota Tangerang Selatan)
Republik
Indonesia sebentar lagi akan melaksanakan Pemilihan Umum (PEMILU). Sebuah
pemilihan yang menentukan masa depan negeri ini. Terutama bagi rakyat jelata.
Mereka tentu mengharapkan sosok pemimpin yang adil, jujur, bersih, dan dapat
memberikan kesejahteraan. Baik kesejahteraan moril maupun materil. Secara moril,
masyarakat harus bisa aman dari segala bentuk intimidasi sosial. Pemerintah dituntut
untuk sanggup memberantas berbagai permasalahan dalam negeri terkait moralitas
bangsa yang semakin kendur. Dari permasalahan tawuran, narkotika, seks bebas,
hingga pembunuhan menjadi PR penting yang wajib ditangani siapapun yang nanti
duduk di kursi pemerintahan.
Sementara
dari sisi materil, pemerintah wajib memenuhi seluruh hak masyarakatnya. Seperti
yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan NKRI dibentuk
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Berarti apapun
alasannya, pemerintah memiliki tanggungjawab penuh memberikan segala kebutuhan
masyarakat, terutama kebutuhan yang pokok. Yakni; sandang, pangan, dan papan.
Namun, pada kenyataannya negara kita masih dilanda masalah kemiskinan. Sekitar
96 juta jiwa masyarakat Indonesia memiliki taraf hidup yang sangat rendah. Tetapi anehnya, bila kita melihat hidup para punggawa bangsa, sangat
berbanding terbalik. Mereka bergelimang harta. Sedangkan, rakyat hidup sengsara.
Tidakkah
mereka melihat pemimpin di luar sana? Sebut saja misalnya, Jose Mujica yang
dijuluki sebagai presiden termiskin di dunia. Presiden Uruguay ini, menjadi
presiden termiskin karena ia selalu menyumbangkan lebih dari 90 persen gajinya
untuk pemasukan uang negara. Selain itu, Mujica juga hidup dengan penuh kesederhanaan.
Ia tinggal di rumah perternakan milik istrinya di pinggir kota Montevideo.
Mujica tidak seperti presiden lainnya yang tinggal di istana. Rumah perternakan
itu, bahkan bisa dijuluki ‘RSS’ alias rumah
sangat-sangat sederhana. Subhanallah.
Bagaimana
dengan pejabat pemerintahan Republik Indonesia? Sebagian dari mereka malah
berubah menjadi tikus. Tikus yang rakus akan harta dan tahta. Sehingga, tidak
heran apabila mereka menjelma menjadi koruptor. Pemakan uang rakyat yang
harusnya menjadi hak mereka. Yang semestinya dapat menyejahterakan rakyat
jelata dari sisi materil. Memberantas kemiskinan dengan membangun banyak
lapangan pekerjaan, pendidikan, dan berbagai infrastruktur yang mendukung
terciptanya masyarakat Indonesia yang adil, makmur, aman,
dan damai.
Namun,
sangat disayangkan. Kesenjangan antara ide dan realita terjadi di sini.
Orientasi pejabat negeri lebih kuat mengarah pada kepentingan pribadi. Mereka
lebih doyan korupsi daripada memenuhi hak asasi masyarakat pribumi. Kalau sudah
begitu, mau dibawa kemana negeri ini? Para pemegang
otoritas terus-menerus menggempur, menindas rakyat jelata dengan menanggalkan
hak asasi mereka. Sungguh ironis.
Moment Pemilu 2014 adalah saat yang tepat bagi rakyat Indonesia untuk
menentukan pilihan yang sesuai dengan idealisme pendiri republik ini. Oleh
karena itu, masyarakat
Indonesia harus selektif dalam memilih pemimpin. Baik untuk Eksekutif maupun Legislatif. Sesuai
pula dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam : “Barangsiapa yang memilih pemimpin
berdasarkan ta’ashub
(Fanatisme/taklid) buta semata. Didasarkan hanya pada pertimbangan emosional
primordial, bukan atas dasar rasionalitas dan penilaian yang jernih. Padahal,
di tengah mereka ada orang yang lebih baik layak dan pantas dipilih dan diridhai
Allah, maka orang itu telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya serta kaum
muslimin. (HR. Muslim)
Marilah
kita gunakan sebaik-baiknya hak pilih kita dengan
penuh tanggung jawab. Semua demi keselamatan umat hari ini, esok, dan masa
mendatang. Sehingga, di dunia dan akhirat kita selalu dalam ridha-Nya. Aamiin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar